Kamu
adalah raut segar malam ini, yang mampir diingatanku tipis-tipis lalu jadi
banyak, aku seperti terdorong kembali ke belakang untuk mengingatmu, mengingat
kita dan banyaknya kenangan yang telah kita tinggalkan begitu saja. Serta ada
rasa bersalah yang menjalar pelan-pelan, membuat tanganku tergerak untuk
menyentuh layar ponselku dan mencari namamu disana. Yah.. malam ini aku sukses
mendengar suaramu kembali, setelah sekian lama. Kau menjawab ragu namun tak
kalah ragunya aku, ingin rasanya langsung menutup telfon tapi hal itu hanya
memperlihatkan kekanak-kanakanku. Aku harus bisa jauh lebih dewasa sekarang,
aku bukan lagi anak SMA, meskipun masih terhitung sebulan sejak hari pelepasan
putih abu-abu.
Kemudian
aku mengucapkan hai, dan menanyakan kabarmu sambil meremas tanganku sendiri,
aku benar-benar gugup dan merasa konyol juga bodoh. Kau melaporkan keadaanmu
yang baik-baik saja yang akhirnya ku balas dengan diam karena tidak tau harus
berkata apa lagi. Namun, akhirnya kau menyelamatkanku dari suasana canggung,
mungkin…mulai merasa santai diujung sana kau berbicara panjang lebar
daripadaku, aku hanya lebih banyak diam, dan tertawa hehehe sambil
menepuk-nepuk betis atau lengan dan pipiku yang dihinggapi nyamuk. Yah aku
sedang berada di teras kost dua bulan ku, bulan ini adalah bulan terakhir. Aku
sedang mengikuti bimbel masuk perguruan tinggi dan akhirnya ku cari kost dekat
dengan tempat bimbelku. Seperti demikian juga kulaporkan keadaanku padamu. Yang
disambut dengan oh ria mu.
Kita
bercakap malam itu, seolah-olah kamu berada disampingku dan kita ngobrol
langsung dan bercanda seperti di jam istirahat waktu SMA dulu. Dan rupanya
kaupun berada jauh , di sudut kota lain yang menjadi pilihan rantauanmu.
Hampir
sejam, sekali-kali diiringi dengan suara nyamuk yang mendekat ditelingaku dan
suara tepukan dikulitku ketika para nyamuk mulai menghisap darahku. Dan aku
belum mau masuk ke kamar disebabkan ada dua orang teman sekamarku sedang
bercengkerama dengan kekasih mereka masing-masing. Tentu kamu tau bedanya orang
pacaran yang saling telfonan dengan aku dan kamu yang entah bagaimana, kann?.
Dari
masa-masa SMP aku sudah mengagumimu, entah bagaimana kamu. Sampai akhirnya SMA
aku tetap mengagumi dan akhirnya kamupun mengaku sama seperti ku, rupanya kita
saling mengagumi. Tapi sayang, tak pernah keluar kata apapun lagi dari mulutmu
yang sesungguhnya sangat ingin kudengar. Atau karena mungkin aku yang salah,
tak pernah benar-benar melihatmu karena kesetiaanku yang parah sampai akhirnya
kutemukan titik akhir yang menyakitkan.
Maaf waktu itu aku sedang buta. Dan sekarang
kudapati diriku merindukanmu dengan segala penyesalanku di hari-hari yang dulu.
Kupikir aku akan mengatakan perasaanku sendiri padamu dan segala penyesalan
dibelakang agar tidak lagi gelisah hatiku. Namun, belum sempat kukeluarkan
sepatah kata tentang hal itu kau diluanlah yang memulai, bukan tentang
perasaanmu padaku, lebih dari itu, lebih dari menyakitkan. Seketika kau
menyulitkanku untuk bernafas. Kau bercerita tentang seseorang yang akhirnya
..kini..menjadi..milikmu. seseorang yang kukenal, seseorang yang sedikit
kukagumi di masa SMA ku, sosok yang sangat dewasa dan terpintar di sekolah,
kamu rupanya luar biasa bisa mendapatkannya. Seketika aku merasa memang tak ada
apa-apanya diri ini dibanding dia.
Selamat.
Begitulah kata yang akhirnya keluar dari mulutku. Tak ada lanjutannya, aku hanya
berharap kamu tidak mendengar nafasku yang sedang kubuang bersama rasa sakit
yang menjalar dari ujung kakiku ke system pernafasanku. Dan seketika itu juga
percakapan kita berakhir. Kamu pamit, karena harus mengubunginya. Lalu akupun
meminta maaf sudah menyita waktumu. Kamu hanya membalas dengan tawa tidak enak
diiringi ucapan tidak apa-apa dan sampai jumpa. Kamu memutus sambungan diluan,
kurasakan sebalah tanganku begitu lemas jatuh ke pangkuanku dan juga ponselku
yang sudah tergeletak di lantai yang dingin seperti diriku, membeku.
Ada
beribu kata yang akhirnya menguap sia-sia. Lagi-lagi aku terlambat jika itu
tentangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar