Malam akhirnya mampir, sebentar
lagi larut. Pukul 10:00 aku masih mendampingi anak-anak ekskul mading yang
sedang menghadapi seleksi di sekolah. Malam ini kami, peserta dan pengurus
ekskul itu bermalam di sekolah bersama pembina kami. Sebentar lagi aku pensiun
karena akan naik ke kelas 3 SMA, kami tidak disarankan untuk aktif diekskul
lagi karena harus fokus untuk ujian. Untuk itu perekrutan anggota baru harus
direalisasikan sekaligus penunjukan penggantiku sebagai ketua koordinator
ekskul ini.
Waktu itu aku dan tim sedang
menyiapkan tempat tidur bagi peserta karena besok, hari minggu akan ada
kegiatan pagi-pagi sekaligus penutupan. Ditengah gemuruh suara para peserta
seseorang memanggilku dari luar aku tahu dia dari kelas lain tapi kenapa tiba-tiba
muncul di sekolah jam begini dan bukan
anak ekskul. Aku dimintanya keluar dan ku turuti. Dia menunjukkan ku suatu
tempat dibelakang bangunan sekolah tidak jauh dari tempatku berdiri. Aku
melihat dua bayangan dari sini dan menghampirinya.
Seseorang muncul dihadapanku
dengan tiba-tiba membuatku terkejut. Untung saja aku tidak teriak. Ya, dia
teman sekelasku muncul dengan tawa terbahaknya. Sepertinya puas sekali. Lalu
dia menunjukkan seseorang yang sedang duduk dibelakangnya, aku minim melihatnya
karena keadaan lagi gelap, satu-satunya pencahayaan hanya flashlight hpku. Ku
arahkan cahayanya ke arah orang itu yang sedang mengunyah cemilan sambil
menaikkan alisnya lalu bilang “hai”, tengil sekali.
Bisa kupastikan raut wajahku yang
bete tapi jujur saja jantungku langsung berdebar-debar. Orang yang tidak ku
sangka-sangka akan muncul malam ini. Bahkan dia menawariku apa yang dia makan
yang langsung ku tolak.saat aku bertanya tujuannya datang kesini dan
memanggilku, alasan yang konyol keluar dari mulutnya bahwa dia hanya mau
meamerkan cemilan yang dia makan yang kusukai itu. Dan aku tidak bisa lama-lama
meskipun sebenarnya ingin lebih lama menanggapinya. Akhirnya dengan berat hati
namun terburu-buru aku pamit, namun tiba-tiba dia menyodorkanku snack yang sama
yang masih utuh tanpa sepatah kata apapun, aku menerimanya lalu pada akhirnya
dia yang lebih dulu pamit dan pergi entah kemana. Dengan perasaan senang namun
gelisah aku juga mulai melangkahkan kaki. Untuk kesekian kalinya dia membuatku
berdebar dengan sikap gengsinya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar