Total Tayangan Halaman

2,614

Jumat, 25 Agustus 2023

Wound

 

Aku mencapai titik terendahku dalam hidup. Jatuh sejatuhnya. Apapun akan terasa hampa apapun terasa hambar. seperti ku dapati diriku meringkuk di subuh itu bersama rasa sesak yang selalu menghampiri bersamaan aku membuka mata. Menghadapi kenyataan. Aku selalu ingin waktu berlalu begitu cepat namun dengan aktifitas yang sama setiap hari membuat sedetik menjadi semenit bahkan lebih. Aku ingin malam dengan cepat datang, satu-satunya waktu yang seperti anti depressan, disaat itu secepat mungkin akan kuputuskan untuk menutup mata dan berusaha menghindari segala hal yang memicu kesengsaraanku semakin besar.

Aku kehilangan arah, satu-satunya yang membuatku bertahan adalah aku tidak tau bagaimana caranya untuk mengakhiri hidup meskipun keinginan itu sudah berpuluh-puluh kali mampir di kepalaku. Yang pada akhirnya membuat tubuhku tetap bergerak dan memiliki nafas meskipun jiwaku sudah hampir keluar dari tempatnya.

Inilah rasa yang tidak ingin kuulang selama hidupku kelak. Disaat itu, aku tidak melihat masa depanku lagi, semua yang ada dikepalaku hanyalah ruang kosong yang dengan terpaksa meninggalkan tempatnya. Seakan-akan aku hanya sedang menanti kapan waktunya aku pulang untuk selamanya tanpa melakukan apapun.

 Sehari..dua hari..berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, aku seperti menyia-nyiakan waktu selama itu dengan berbagai macam percobaan melukai diri karena rupanya Tuhan membenci orang-orang yang berdoa untuk dimatikan diluar takdirnya, seperti yang kulakukan ditiap harinya.

Aku Kembali bisu dan bisu tidak pernah ada lagi senyum dan kebawelan di dalam rumah karena ulahku. Aku hanyalah mayat hidup yang meringkuk ditempat tidur selama berbulan-bulan sekaligus menghilangkan berat badan dengan otomatis dan drastis. Aku tidak tertarik terhadap apapun lagi. Kuserahkan diriku pada waktu yang terus berjalan.

Aku tuli terhadap nasehat apapun, aku hanya sendiri di dunia ku sendiri yang saat itu mejadi hitam kelam , semua rasa yang ada dalam diriku lenyap begitu saja termsauk rasa empati dan simpati terhadap orang lain, aku mendadak menjadi individualism bahkan merasa Tuhan tidak mau membantuku.

Aku seperti di antah berantah. Seperti paradox waktu yang terus berulang-ulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar