Total Tayangan Halaman

2,614

Jumat, 25 Agustus 2023

a truly blessing

Ayahku…Ayah terhebat sedunia, sekiranya begitulah kata setiap anak di dunia ini. Membanggakan ayahnya, satu-satunya lelaki yang menyayangi dan tidak pernah menyakiti hatinya, begitu pula ayahku. Ayahku berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, dia berasal dari kampung biasa yang kental dengan suasana pedesaan dan hanya tinggal dirumah papan. Ayahnya alias kakekku adalah seorang tentara yang sudah almarhum saat ayahku kuliah, ibunya alias nenekku hanya seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus sebelas orang anaknya, ayahku anak ke  empat. Tempat tinggal ayahku berpindah-pindah disebabkan oleh penugasan ayahnya dulu. Sebelum ayahnya tutup usia, keluarga mereka terakhir tinggal di sebuah wilayah yang jauh dari kehidupan kota pula, yah masih pedesaan dan masih berumah papan. Meskipu  suka berpindah-pindah sekolah ayahku tetap menjadi murid yang pintar, dia suka bercerita selama bersekolah dia tidak pernah keluar dari 3 besar, entah itu hanya supaya aku termotivasi atau memang demikian. Tapi melihat setiap prestasinya selama ini sepertinya memang betul. Ayahku suka menulis puisi, tulisannya indah, ia pandai bermain kata-kata, namun sangat pendiam dan mungkin pemalu, atau cuek. Sama sekali denganku, keluargaku bilang aku sangat mirip dengan ayahku, dari sifat sampai senyumnya, bahkan aku punya kebiasaan yang sama dengannya sama-sama suka bersin dan kami seperti terhubung, contohya tiap dia bersin akupun langsung ikutan bersin hahha. Ikatan batin yang sangat kuat. Tapi aku tidak terlalu dekat dengan ayahku. Mungkin karena kami sama-sama cuek, jadi jika bertemu berdua saja hanya saling diam yang akan terjadi. Kembali lagi, setelah ayahnya meninggal, keluarga ayahku memutuskan untuk pindah ke kota, karena saat itu salah satu kakaknya sedang jaya-jayanya di perkotaan, dan beberapanya memutuskan untuk merantau ke kota lain, bahkan ada yang memutuskan untuk pulang kampung dan mendulang usaha disana. Sedangkan ayahku memang sudah diluan merantau di kota, untuk kuliah dan tinggal di rumah kost, meskipun ibunya sudah pindah ke kota dan dibuatkan rumah oleh kakaknya, ayahku tetap tinggal di rumah kost, mau mandiri dan membiayai dirinya sendiri. Uangnya didapatkan dari membantu tugas kuliah kawan-kawan atau seniornya begitu juga dengan skripsi-skripsi seniornya, setelah itu ia akan mendapatkan upah yang dipakainya untuk bertahan hidup. Semasa kuliah, akhirnya ia bertemu dengan ibuku, juniornya.

 

 

 Ibuku adalah sosok yang suka jual mahal namun tidak sombong, dia jual mahal kepada semua laki-laki terlebih lagi karena belum pernah pacaran, didikan di keluarga ibuku sangat keras, dia terlahir dari keluarga yang berada, ayah dari ibuku adalah seorang lelaki yang punya ambisi sangat kuat dan sangat mendalami ilmu agama, ayah ibuku terlahir dari keluarga yang tdak kaya, dia berasal dari pulau yang kecil, namun sejak ia kecil ia sudah dipaksa merantau ke kota satu dan ke kota lain sampai akhirnya hanya dengan bermodal tekad yang kuat iapun sukses di kota dan menggaet wanita di salah satu tempat rantauannya, ialah nenekku. Mereka dikaruniai 7 anak tapi yang satu telah meninggal karena sakit saat masih kecil. Dan ibuku adalah anak ketiga. Ayah dari ibuku, alias kakekku adalah pekerja keras dan telah mendapatkan banyak jabatan, keluarga mereka sempat menjadi terkenal di kota kelahiranku, tempat kakek dan nenekku menuai kebahagiaan dengan kejayaan kakekku. Anak-anak mereka lahir dengan keadaan orangtuanya telah sukses dan dari kecil mereka dijamu oleh hidup enak dan disiplin. Tapi dari ke enam bersaudara, ibuku lah yang terbandel dan suka tidak mempedulikan aturan saat saudaranya yang lain begitu takut dengan kakekku. Ibuku berteman dengan siapa saja, dia tidak memilih-milih teman tapi paling banyak teman-temannya adalah anak-anak pejabat yang sama bandelnya dengan dia, bahkan saat masa sekolah, bukannya pulang tepat waktu dia malah pergi dengan teman-temannya ke suatu daerah yang agak jauh dari kota,hanya untuk makan durian, hahah yah, ibuku suka sekali durian, dan saat pulang ke rumah, kakekku sudah menunggu di depan pintu dengan muka garangnya lalu pantatnya dipukul oleh tongkat  kakekku. Terlebih lagi ibuku juga suka menjahili adik-adiknya sampai-sampai hanya dia yang sering kenna semprot kakekku. Ibuku memang seperti lelaki, rambutnya saja suka dipotong pendek. Sampai akhirnya tiba masa kuliah, dia ikut kedua orang kakaknya merantau ke kota lain, dan kuliah disana, lalu bertemulah dengan ayahku sebagai seniornya.

Singkat cerita, ayahku mulai memberanikan diri untuk melamar ibuku, meskipun ditolak berkali-kali tapi ayahku tidak pernah kapok dan terus datang sampai kakekku berhasil diyakinkannya. Sebab, dari semua bersaudara, ibukulah yang pertama menikah, jadi untuk pertama kalinya kakekku harus melepaskan anaknya, tidak heran kalau dia harus tegas bahkan wajar kalau merasa belum rela. Kata Ayahku itulah saat-saat paling menakutkan dalam hidupnya, menghadapi kakekku, ayah dari ibuku. Dan sangat pontang panting ia dibuatnya, terlebih lagi kata-kata kakekku yang selalu pedis terdengar. Namun ayahku juga tidak mau menyerah, dia mampu membuktikan rasa cintanya yang tidak mudah dihentikan oleh kerasnya hati orangtua kekasihnya. Yah sekali lagi ayahku memang orang yang ambisinya kuat dan tidak pernah menyerah, sekali mengambil langkah dia akan tetap maju dan maju selagi nyawanya belum habis. Mereka pun menikah, dan ayahku mampu membuktikan kasih sayangnya tidak hanya kepada ibuku, melainkan kepada keluarga ibuku, ia benar-benar membuktikan kepada kakekku bahwa ia mampu membahagiakan anaknya, ia mampu mensejahterakan ibuku, meskipun saat itu ia masih belum punya apa, bahkan pekerjaanpun belum ada. Pasca menikah, kakekku tidak mau jauh-jauh dari anaknya sampai akhirnya mereka harus tinggal bersama orangtua ibuku, mereka diperintahkan tinggal disalah satu rumah kakekku yang sudah lama tidak ditinggali yang hanya dibatasi oleh sebuah teras yang luas dengan rumah utama kakekku. Ayahkupun menyetujuinya, terlebih lagi dia belum punya kerjaan dan dia juga tidak mau meresahkan keluarga ibuku bila harus membawa ibuku ke rumah orangtuanya di kota lain atau membuat ibuku tinggal di rumah kost.sampai akhirnya akupun lahir dirumah itu. Dan ayahku masih belum mendapatkan pekerjaan yang tetap, ia kerja serabutan sana sini hanya untuk membiayaiku yang masih kecil setidaknya susu dan pampers ku terpenuhi. Sedangkan pakaianku berasal dari pemberian nenekku, yah nenekku yang menanggungnya, waktu beranjak dewasa nenekku suka mengenang jika melihat handuk-handuk dan gurita-gurita yang kupakai waktu kecil dulu katanya itu adalah pemberiannya. Dan ayahku tidak pernah protes karena sering kali dibantu oleh orangtua ibuku, namun ia tidak juga keenakan, dia tetap berusaha keras dan menghargai bahwa itu adalah bentuk kasih sayang orangtuanya ibuku dan aku adalah cucu pertama mereka.

suatu waktu, kakekku sempat bertugas di kota lain, di kota yang juga keluarga ayahku tingal disana, dan kakekku meminta kepada orangtua ku untuk ikut pindah juga, namun ayahku memberi syarat bahwa mereka harus diisinkan untuk hidup mandiri terlebih lagi mereka sudah dikaruania seorang anak (aku) ayahku ingin benar-benar membina keluarganya sendiri, tanpa campur tangan orang tua dulu, ayahku ingin membuktikan itu. Dan pasrahlah kakekku. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kost, yah ayahku berani mengambil resiko itu, rumah kost dari papan , kata ibuku itu tidak apa-apa selagi ia masih bersama ayahku, dia percaya dengan ayahku. Kehidupan yang susah itupun dimulai. Tiap subuh ayahku harus bangun untuk mengambil air disumur yang masih menggunakan pompa tangam dan mencucikan pakaianku dan pakaian ibuku selagi ibuku mengurusku. Paginya ayahku selalu keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Dan mereka juga sering mengunjungi rumah keluarga ayaku dan keluarga ibuku yang agak jauh dari tempat tinggal mereka, sering kami menginap di rumah kakekku dank arena aku masih menjadi cucu pertama dan satu-satunya, kakek dan nenekku sangat menyayangiku sampai aku diharuskan tidur bersama mereka, pernah sekali aku bermain bersama ayahku dan aku lupa apa yang terjadi saat itu, mungkin aku jatuh dan jidadku terbentur oleh sesuatu aku masih ingat sekali ayahku menggendong dan memelukku sambil menutup jidadku yang sudah berdarah, satu rumah panic dan ayahku dimarahi oleh kakekku. Namun ayahku adalah sosok yang tegar dia tidak pernah menyimpan dendam, dia selalu rendah diri dan rendah hati di depan kakekku. Cobaan bagi keluarga kecilku ada-ada saja, pernah juga kami hampir kecelakaan saat ayahku membonceng aku dan ibuku, mereka hampir ditabrak oleh mobil angkut, dan saat kakekku mengetahui itu beliau tak kalah marahnya lagi dan lagi bahkan ayahku sempat dilarang mengendarai motor lagi, kakekku memang sosok yang overprotektif. Pernah juga masalah di kost menghampiri, tetangga kost kami tidak suka dengan kami entah apa alasannya, dia juga mempunyai bayi yang masih sangat kecil, kerap kali saat subuh tiba mereka mendapati popok bayi bersam kotorannya sudah ada didepan pintu kost kami. Pernah sekali ayahku mengintip dan benar saja seorang ibu-ibu, tetangga kost kamu menaruh popok-popok itu didepan pintu kost kami, namun orangtuaku tetap sabar dan tidak mempedulikan tapi makin lama makin menjadi , bukan lagi hanya sekedar disimpan di depan pintu kost melainkan dilempar. Akhirnya suatu subuh, kami memutuskan untuk pergi dari kost itu. Ayahku susah payah memberhentikan mobil truk yang lewat di jalanan dan banyak yang menolak, tapi lagi-lagi iya tidak menyerah sampai akhirnya salah satu mereka berhenti dan mau mengangkut kami, kami pulang menuju kota kelahiranku. Kembali tinggal di rumah kakekku. Ketika kabar itu sampai di telinga kakekku, seperti biasanya dia marah dan panic akibat ulah ayahku. Menetaplah kami disana sampai aku beranjak TK (Taman kanak-kanak) dan kakekku kembali bertugas di kota kelahiranku dan menempati sebuah rumah jabatan. Sedangkan ibuku menganduk anak kedua alias adikku. Dan ayahku juga sudah menjadi PNS setelah belasan kali gagal tes. Akhirnya dia punya pekerjaan yang tetap sehingga bisa membiayai sekolahku dan hidup keluarga kecil kami. Karena tidak mau hanya tinggal diam di rmah, setelah melahirkan anak kedua, ibuku ikut tes PNS dan lolos, sednagkan aku dan adikku dititipkan sama kakek dan nenekku, gaji mereka ditabung untuk membangun rumah. Tidak hanya PNS, ayahku bahkan nyaris mendaftar untuk jadi dosen tapi sayang dilarang oleh ibuku karena dia takut kalau ada mahasiswi yang nanti menyukai ayahku ahhaha. Dari prosesnya ingin jadi dosen itulah, ayahku pulang balik ke kota masa perkuliahannya dulu, dan berkenalan sama banyak dosen untuk membuka link, namun karena dilarang oleh ibuku akhirnya ia tidak lakukan dan menawari diri untuk mengerjakan thesis teman-temannya yang sedang lanjut s2 dan tentu saja dia juga mendapatkan rejeki dari itu. Yah benar kata ayahku kalau hidup itu setidaknya harus punya kemampuan dan tekad yang kuat. Rumah kamipun jadi, cukup besar dan kedua orangtua ku tetap menjadi PNS. Dan ayah dan ibuku adalah orang-orang yang sangat rajin menabungku, selanjutnya setelah rumahku jadi, ayahkupun pergi melanjutkan s2 nya ke UGM.dan kami disuruhnya untuk tinggal di rumah kakek dan nenekku selama ia S2. Ibukupun menurut karena dia juga harus bekerja. Waktu itu aku sudah SD dan Adikku baru masuk TK. Untungnya TK dan SD kami berdekatan dengan rumah kakek dan nenek. Jadi, pulang sekolah kegiatan kami adalah makan siang dan bermain bersama kakek sambil menunggu ibu pulang kerja. Dan selama kami tinggal sekitar dua tahun di rumah kakek dan nenek, kakek selalu mengajari kami ilmu agama, dibelikannya kami buku-buku kisah nabi dan rosul yang aku masih ingat itu banyak sekali, dan alquran-alquran baru dari kecil sampai yang besar serta dibelikan juga alat-alat sholat, jadi sebelum aku didaftar ke guru mengaji, aku sudah diluan diajari oleh kakekku, dan sholat tidak boleh lalai, saat sudah memasuki waktu sholat semua kegiatan harus dihentikan dan kami sholat selalu berjamaah. Selesai dua tahun, ayahkupun kembali dari s2 nya dengan mendapatkan prestasi cumlaude. Dia bercerita banyak tentang kampusnya yang sangat ia banggakan dan menaruh mimpi padaku kalau suatu saat aku akan kuliah disana, yang sampai sekarang aku masih impi-impikan tapi rupanya Tuhan belum mau mengabulkan.  Lalu ibuku kembali mengandung anak ketiga, hidup kami makin baik, sangat terjamin dan kami bersekolah di sekolah keturunan ibuku, dari TK sampai SMA. Begitupun juga adik-adikku. Dan ayahku masih menjadi pekerja yang keras. Sampai akhirnya menjadi kesayangan kakekku. Akhirnya kakekku mulai percaya pada ayahku dan bangga akannya. Saat ada masalah keluarga besar dari ibuku, ayahku selalu turun tangan dan bagiku dialah superheronya. Ayahku benar-benar menyayangi keluarga ibuku, dank arena rasa sayangnya yang besar itu, kakek dan nenekku pun  akhirnya sangat menyayanginya. Sampai akhirnya adik ketigaku lahir, dan kakekku mulai sakit-sakitan, waktu itu aku sudah beranjak SMP. Dan aku masih suka tinggal di rumah kakek dan nenekku.  Membantu merawat kakekku yang sudah mulai melemah dan kurus. Diapun sudah pensiun, tapi namanya selalu dikenang sama orang-orang sampai sekarang, jadi jika orang bertanya padaku aku ini anaknya siapa, saat aku menyebutkan nama orangtuaku mungkin tak banyak dari mereka yang tau tapi saat aku menyebut bahwa aku adalah cucu dari (nama kakekku) mereka selalu terkejut dan selalu menceritakan tentang kebaikan kakekku.

Waktu itu, ibuku berkesempatan berangkat haji, dan kondisi kakekku makin parah. Dalam sakitnya dia selalu menyebut nama ibuku. Anaknya yang bandel dan tidak takut dihukum, anak pertamanya yang menikah dan memberikannya cucu pertama, dan suami yang melatih kesabarannya. Sampai akhirnya bersamaan dengan hari kepulangan ibuku , kakekkupun menutup usia. Kakek meninggal saat ibuku sudah berada dipesawat.  Padahal hari-hari sebelumnya mereka masih saling telponan dan ibuku bilang sudah membelikan kakekku banyak baju, sorban, air zam-zam dan obat dari sana, betapa yakinnya ibuku bahwa ayahnya akn sembuh karena selalu didoakannya disana. Namun saat sampai rumah, orang-orang telah berkumpul, beberapa saudara ibuku bersama kami, senyum bahagia dari wajah ibuku saat turun dari mobil langsung berubah seketika saat diberitahu tentang keadaan kakek. Aku bisa menyaksikan terpukulnya hati ibuku kala itu, dia sampai berlutut dan menahan tangisnya sekuat mungkin. Lalu berangkatlah kami, ke kota lain, tempat kakekku akan dikebumikan sesuai permintaannya, kota yang menjadi tempat rantauan pertamanya yang sudah ia bangunkan rumah tempat peristirahatannya selama ini disana.

Dan yah…hiduppun harus berlanjut meskipun telah kehilangan. Dan ayahku selalu menyayangi nenekku, dipenuhinya kebutuhan nenekku, dan ibuku juga memenuhi kebutuhan mertuanya, ibu dari ayahku. Karena masing-masing mereka tinggal memiliki ibu yang kini tua renta yang selalu merasa kesepian ditinggal anak cucunya yang sudah beranjak dewasa. Dan setelah ini adalah tugas kami, anak-anak dari orangtua kami yang mengurus mereka, sebagaimana mereka berkorban untuk kami untuk menjamin hidup kami agar selalu terpenuhi. Dan ayah ibuku selalu berkata bahwa tak perlu merasa kaya, tak perlu merasa lebih meskipun orang lain menganggap seperti itu, karena masih banyak yang lebih kaya masih banyak yang lebih bergelimang harta, kita hanya perlu selalu merasa sederhana agar kesombongan tidak mengalir di diri kita. Toh kita merasa cukup pun itu karena hasil kerja keras, kita juga pernah susah, kita juga pernah tidak punya apa-apa. Dan tidak ada yang perlu kita sombongkan atas itu, karena hidup terus berputar, jika kita tidak mensyukurinya saat roda kita berputar ke arah yang terburuk, kita tidak akan bisa bertahan hidup.

Dan aku bangga menjadi bagian dari mereka, Tuhan sudah baik padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar