Total Tayangan Halaman

2,614

Jumat, 06 April 2018

Rumah diMimpiku



Pernah tidak mengalami mimpi di latar yang sama sampai beberapa kali? Aku sering, yang paling sering aku mengunjungi rumah diatas gunung di depan rumah itu ada rawa-rawa. Aku memimpikannya sekitar 3 kali, tidak berturut-turut melainkan jaraknya berjauhan. Tiap kali bangun dari mimpi itu aku selalu penasaran dan seperti langsung ingin pergi mencarinya. Mimpi yang pertama kali, aku bersama teman-temanku, sepertinya empat orang, ada cowo dan cewek. Kami bermain petak umpet, ah yah..si rumah itu memiliki tetangga, rumah yang satu terletak tidak jauh didepan rumah itu, tepatnya agak didepannya rawa-rawa. Ya kali ada rawa-rawa tepat di depan rumah -_- tapi karena itu mimpi jadi oke-oke saja. Jadi, kita main petak umpet. aku masih ingat rumah keduanya adalah warna putih dan pintunya berwarna biru. Aku sembunyi di rumah yang paling depan sambil mengeker teman-temanku dari jauh. Sesekali aku mengintip tapi tidak lama seorang cowok menghampiriku, dia menarik ku dan mengajakku menyebrangi rawa-rawa yang lumayan luas pake perahu pula. Katanya biar kita sampai di rumah yang dibelakang. Tentu kedua rumah ini tidak memiliki penghuni. Kayak seram, tapi dalam mimpi begitu asyik. Ah tau lah.

Mimpi kedua, aku kembali ke rumah itu, rawa-rawanya tampak lebih kotor dari yang pertama. Kali ini aku berdua saja bersama sahabat kecilku. Kami memakai ransel seperti sedang mengintai sesuatu, dia bilang kita harus sembunyi, tidak boleh ketahuan. Lagi-lagi aku sembunyi di rumah yang terdepan. Tapi aku tidak liat siapa-siapa selain kita berdua. Entah kita akan sembunyi dari siapa maksud sahabatku itu. Lalu dia mengajakku kebelakang rumah yang dibelakang. Disana ada bukit lagi. Kami naik ke bukit dan menemukan pohon-pohon yang ditebang dan beberapa bapak-bapak disana sedang istirahat. Seorang  bapak menghampiriku, aku sudah dicari dari tadi katanya, aku berpikir aku dicari orangtuaku dan pikiranku saat itu adalah pulang, sementara aku begitu asing dengan rumahku.

Mimpi ketiga. Masih terekam dengan jelas, aku kembali lagi ke rumah itu, di malam hari, kabut malam mengantar perjalananku. Aku sudah didepan rumah itu lagi. Melewati rawa-rawa yang kini sudah dibuatkan jalan setapak disisinya. Sunyi.sunyi sekalii. Aku bersama seseorang tapi entah tau itu siapa. Aku lupa. Kami berdua berdiri di depan pintu itu, entah apa yang kupikirkan sebelumnya, begitu lama, sebelum kuputuskan untuk mengetuk pintu. Yah. Rumahnya sudah berpenghuni, bisa kulihat keadaan dalam rumah dari luar, lewat kaca jendelanya yang tidak bertirai. Seorang lelaki paruh baya menghampiri pintu dan membukakannya untukku, istrinya mengikutinya dari belakang. Mereka menyambutku dengan senyum merekah, aku bilang aku ingin bertemu dengan anak mereka, temanku. Aku rasa anak mereka memang temanku, tapi aku tidak tau atas dasar apa mau menemuinya. Sampai situ saja aku lupa selanjutnya. Atau sepertinya aku sudah terbangun kala itu. Masih bisa kurasakan aura-aura malamnya , disekelilingku hanya kelihatan rawa-rawa yang hijau serta kabut disekitarnya, selebihnya hanya gelap gulita. Ah aku ingat lagi, sebelum si bapak membukakanku pintu. Seseorang yang menemaniku sempat pamit dan pergi begitu saja sebelum aku mengiyakan. Dia berlari cepat menyusuri jalan disisi rawa-rawa.

Setelah memimpikannya untuk ketiga kali. Aku terbangun dengan rasa penasaran yang luar biasa dan rasa ingin tau yang menggebu-gebu. Aku harus mencarinya !!!! mencari rumah itu.

Maka muncullah misi pencarian rumah itu. Aku menghubungi seseorang, menceritakan mimpiku.  Katanya mari kita cari. Aku senang bukan kepalang, meskipun terdengar tidak masuk akal aku senang sekali ada yang berinisiatif mewujudkan impianku.

Disuatu malam, aku ingin sekali pergi ke masjid untuk sholat subuh. Tapi takut keluar malam di daerah rumah sendiri, karena bisa dibilang diaerah rumahku terkenal dengan kasus kriminalnya. Jadi jangan coba-coba keluar sendirian saat-saat masih sunyi apalagi perempuan. Jadi aku menghubungi seseorang itu lagi aku bilang aku ingin ke masjid, sholat subuh. Dia langsung merencanakan untuk pergi subuh nanti. Aku senang lagi. Skitar pukul empat subuh dia menghubungiku lebih tepatnya membangunkanku, rupanya dia sampai tidak tidur, sebab takut batal karena ketiduran. Aku bangun dengan semangat sesubuh itu, segera berpakaian dan siap dijemput. Kami berangkat ke mesjid saat hari masih gelap. Serasa jalanan kota milik kita berdua. Meskipun masih ada juga pedagang sari laut yang masih stay diemperan toko. Usai sholat , kita bingung mau kemana, untuk pulang rasanya sayang sekali. Akhirnya dia bilang “kita cari sarapan deh” setelah berkeliling dengan sia-sia (karena kami juga tau belum ada penjual menu sarapan jam begitu, tapi tetap jalan saja) akhirnya kita menuju pantai.

Waktu diperjalanan, kita memutuskan untuk singgah disuatu tempat sambil terkagum-kagum sambil berkata “wah apa ini?” ternyata kami berdua sama kudet nya barusan liat payung-payung yang menyala diatas kami, yang digantung ditali-tali yang diikat antar pohon ke pohon. Kekonyolan subuh-subuh. Kamipun tertawa, menertawakan kekunoan masing-masing. Dia lupa dengan ngantuknya. Setelah sibuk poto-poto kami melanjutkan perjalanan, ke pantai, saat matahari mulai memunculkan sedikit demi sedikit cahaya diujung timur. Kami menyusuri jalan dengan motor tua kesayangannya. Lalu aku diam saja menikmati pemandangan lautan disamping kami. Dia sempat bilang “eh kalau ada yang liat kita subuh-subuh boncengan begini, orang-orang akan bilang cewek apaan kamu ini keluar subuh-subuh pake jilbab boncengan sama cowo” aku cumin terkekeh-kekeh, iya juga sih. Dan kami sampai lupa tujuan kami apa. Cari sarapan. Tapi tidak lama dia memekik, aku kaget. Saat kutanya kenapa diapun bilang “lupa bawa dompet” yaelah, akupun tidak berpikiran untuk bawa uang. Dongkol lah kita. Mana belum pagi sepenuhnya. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah lagi, dipinggir pantai. Dibawah lampu jalan. Bingung mau ngapain. 

Sampai akhirnya mulai banyak orang yang lari-larian disekitar kami. Aku mulai risih karena semakin terang saja. Kayak vampire. Yang harus pulang sebelum terkena cahaya matahari. Sampai akhirnya dia bunyi “ah, ayo kita pergi” ku Tanya “ kemana?” dia langsung naik ke atas motornya tanpa dijawab. Saat itu sebenarnya akupun tak ingin pulang dulu, masih terus ingin diajak jalan, kemanapun. Aku bertanya lagi dalam perjalanan kami “mau kemana?” kemudian dia pun jawab “mencari rumahmu” aku sempat bingung, rumah apa dan yang mana ? dia jawab lagi “yah rumah mu” aku sempat berpikir lama, mau kemana kita sebenarnya. Dan ketika itu juga kami belum lama kenal dan belum terlalu akrab juga. Sampai aku sempat kepikiran jangan-jangan dia mau berbuat jahat. Aku diam saja, dan malah jadi deg-degan. Dia membawaku ke sebuah jalan yang memuncak, kemiringannya pokoknya miring sekali -_- aku takut. Sangat. Sampai akhirnya kita parkir di depan SD. Kemudian kita jalan, dia memimpin, ada lorong kecil disamping SD itu dan naik gunung, aku capek mendaki dan dia begitu semangat. Lalu dia berkata “kita cari rumahmu yang dimimpi” dah yah, aku baru konek. Rumah dimimpi yang ingin sekali aku temukan. Disitu aku baru merasa benar-benar konyol. Kita benar-benar mencarinya hari itu. Dia juga sempat bilang “mana ada rumah diatas gunung yang ada rawa-rawanya. Mana ada rawa-rawa diatas gunung. Tapi ayolah, kita cari saja. Sapa tau ada”  rasanya aku ingin menertawai diriku sendiri. Aku juga baru sadar kala itu, iyah juga, mana ada rawa-rawa diatas gunung. Akupun mengikutinya saja dengan rasa tidak ingin melanjutkan pencarian karena aku yakin itu tidak ada dan aku sudah seperti orang bodoh, lebih tepatnya kita sudah seperti orang bodoh menyusuri lorong disamping SD, banyak rumah juga disitu tapi apa jadinya mereka yang melihat kita, ngapain kita dilorong subuh-subuh kayak mencari sesuatu dan itu sangat kelihatan dari tingkahnya yang celingak-celinguk. Dia benar-benar niat mencari kah ? malah aku yang sudah putus asa. Akupun  mengajaknya pulang, dan ketika aku memutar badan, mau kembali ke jalan pulang, aku terhentak melihat pemandangan di depanku, aku bisa melihat laut yang maha luas dari atas sini, dan atap-atap rumah orang yang saling bertumpukan. Betapa indah subuh itu. Lebih tepatnya hari yang menjelang pagi itu. Aku bahagia sekali meskipun tak menemukan rumah dalam mimpiku. Dan semenjak hari itu aku tidak pernah lagi memimpikan rumah yang ada rawa-rawa didepannya. Mungkin rumah itu ingin sekedar dicari olehku meskipun tidak ditemukan. Atau rasa penasaranku yang terus meneruslah masalahnya. Entah. Tapi setelah hari itu aku semakin senang bersamanya. terimakasih sudah mewujudkan pencarian yang mendadak sementara akupun belum merencanakan kapan hari yang tepat itu. itu terjadi begitu saja. dan terimakasih pula sudah pernah menjelajahi ketidakmasukakalan bersamaku.