Akibat putus asa beberapa waktu yang
lalu, mengharuskanku meneguk bergelas-gelas air es ketimbang kopi. Ditengah teriknya
matahari siang hari dan cuaca panas malam hari. Kepalaku mumet. Mati akal. Kupikir
seterusnya. Jari-jariku kaku, otakku beku. Tiba-tiba saja aku kehilangan
khayalan yang biasanya tak masuk akal. Kini, pikiran realistis lebih bisa
menyerbu diriku, yang biasanya kukhayalkan burung-burung kenari itu bisa saja
mengetuk-ngetuk jendelaku dengan kepalanya lalu berbicara padaku bahwa hari
sudah pagi, kini yang kulihat itu nyata didepan kedua mataku burung-burung itu
bertengger diranting pohon, kepalanya celingak-celinguk, mungkin mencari
mangsa. Sesekali ke arahku, menatap seakan-akan sebentar lagi aku akan berusaha
menangkapnya dan akan kuikatkan tali di salah satu kakinya, namun sebelum itu terjadi
mereka akan segera memperkirakan waktu kedatanganku agar bisa melarikan diri
sebelum kujadikan peliharaan. Begitu realistis
Ku teguk lagi segelas air es
pagi-pagi, sekali lagi bukannya kopi. Ada apakah denganku, entah bumi yang
semakin panas atau aku sudah gila. Bisa seharian mengurung diri di kamar, takut
pada keadaan diluar sana, panas matahari begitu menyengat. Aku benci sebab
hujan tiba-tiba saja berhenti waktu itu dan tidak pernah datang lagi sampai
detik ini. aku tak suka melihat daun-daun kering yang berserakan di halaman
rumahku yang membuatku sangat malas menyapunya. Tak suka tiap keluar rumah
bajuku bisa setengah basah dan ketika pulang ke rumah badanku seperti terasa
dilengketi oleh gura-gura karet, sana sini lengket. Belum lagi galonku lebih
cepat habis dari biasanya mengakibatkanku lebih sering berjumpa dengan si
tukang galon yang kurus jangkung yang hobby pake baju kaos polos dengan rambut
yang belah tengah kayak ariel peterpan (dulu). Benar-benar, aku tak suka musim
panas, aku benar-benar merasa buntu. Tak jarang muka ku jadi merah kayak
kepiting rebus. Begitu malangnya yang sedang kehausan hujan. Kayak mermaid yang
rindu pulang, ke laut. Ketemu neptunus, dan teman-teman kepitingnya.
Sampai kuputuskan pulang kampong,
kuharap menemukan hujan disana, kali saja inspirasi ku dapat, kembali pada
kamar yang selalu membawakan aura-aura cengeng. Namun yang kutemukan hanyalah
tempat tidur kecil yang bertingkat yang setengah menghalangi pintu untuk dibuka.
Ku dapati adik perempuanku yang baru puber itu menekuk badannya dipojok kamar
sambil mendengarkan musik lewat headset, tidak sadar akan kedatanganku. Kurasa memang kamar
ini ditakdirkan memiliki aura yang menggalaukan. Kubuka pintu lebih lebar
dengan sekuat tenaga sampai tempat tidurnya perlahan-lahan mulai terdorong, lalu dia berteriak kayak orang gila. Kata ibu dia
memang lagi gila. Gila apa? Gila cinta? Rambutnya terurai kusut menutupi
setengah wajahnya, tadi dia hampir saja kejepit, sampai kesal melihatku. Ditambah
lagi aku tidak membawakannya novel bad romance yang dia pesan, hampir seharian
aku tidak diajaknya bicara. Kurasa bukan saat yang tepat untuk aku pulang, ada
gadis SMP yang sedang puber menguasi kamarku menjadikannya ajang kegalauan
dengan beberapa benda-benda yang gak penting berhamburan sana sini, kotak
sepatu, pita-pita, kertas kado, beberapa botol bedak, sebotol shampo,
novel-novel romance, kaos kaki, cas laptop, kabel-kabelan, kantong-kantong plastic.
Diatas tempat tidur ada seragam sekolah, cas hp, tas, buku-buku bahkan bingkai
fotokupun miring. Didindingnya terdapat satu pak kertas memo yang
ditempel-tempelin tanpa tulisan. Apa siih. Malamnya aku tidak bisa tidur karena
cahaya dari layar hp nya tertangkap oleh mataku. Saat kulihat dia sedang
membaca novel romance di wattpad. Dia jadi lebih pendiam dan lebih betah di
kamar. Tiap disuruh hanya diam membuat ibu kadang stress sampai akhirnya tidak
peduli lagi. besoknya aku memutuskan kembali, ternyata hujan
tak kutemukan juga disana.
Aku dibangunkan oleh sinar matahari
yang mampu menembus jendela kamarku, ah aku kesal. Udara masih panas meskipun
AC ku masih on. Hari ini aku ke kampus, dengan langkah berat dan kepala yang
masih mumet, seharian dikampus di hadapkan oleh kuliah yang membosankan dan
MID. Tidak sadar hari sudah menjelang sore, tiba-tiba saja gelap, ku lirik jam
di HP masih menunjukkan pukul 16.00, angin mulai menembus kain bajuku, angin
yang kurindukan, lembaran-lembaran potokopi buku yang ku letakkan disampingku
mulai terbuka lembar demi lembar seperti magic. Angin kencang. Tak butuh lama,
moodku berubah drastis, suara gemuruh dari atas berlomba-lomba bermunculan,
cahaya-cahaya kecil di langit mulai menampakkan dirinya. Sebentar lagiiii.
Aku terjebak di fakultas lain,
dibonceng oleh salah seorang teman berambut gondrong yang keras sekeras sapu
ijuk. Kami menunggu temannya ada sesuatu yang ingin diberikan temannya. Saat sudah
ingin pulang tiba-tiba saja suara tik-tik terdengar dari kaca helm ku. Aku
langsung menoleh ke atas dan tidak akan minggir bila tidak ditegur. Kami berteduh
ditempat parkiran, dari situ kami bisa menyaksikan langsung kegiatan yang ada
di lapangan besar kampus. tampak jauh disana sudah berwarna keabu-abuan dan
kabur, air jatuh makin deras hingga orang-orang yang masih tengah asik bermalin
bola dan latihan lari jadi tampak samar-samar. Dua pohon besar yang tadinya tampak
jelas kulihat diujung sana hampir tidak terlihat lagi, aku tidak bisa
mengungkapkannya dengan kata-kata, yang ku tau, khayalanku kembali. Aku hanya
berdiam diri sambil duduk diatas motor orang, melihat kea rah lapangan,
membayangkan aku berada ditengah-tengah sana bermain bola dan menggiringnya ke
gawang dan gooool., atau aku yang jadi atlet lari yang sedang latihan itu
ditertawai oleh orang-orang dari sini karena gaya jalan cepatnya begitu lucu. Atau
aku sedang berada diatas pohon itu sambil makan popcorn yang asin karena
terkena air hujan, sambil menyoraki orang yang bermain bola atau yang sedang
latihan lari. Dimana saja, asal terkena hujan.
”Aduh
lapar, enaknya makan yang panas-panas kalau hujan begini” seseorang bunyi
disampingku. Ah dasar.
Setelah
hujan agak redah, kita melanjutkan perjalanan pulang, tapi singgah dulu di
warung bakso, sebelum aku dipulangkan dan sebelum ia ke rumah kekasihnya. Akupun
ingat harus mengabari yang berada berkilo-kilo meter dariku, yang harus
melewati jembatan rusak dulu atau melewati rakit dulu kalau mau bertemu dia.
“Im
home. Beib”
Kuputuskan
buat kopi malam ini, berkali-kali kuteguk sambil memikirkan kata apa yang
pantas untuk kutulis lagi. Setelah sekian lamanya. Jari-jariku kembali terbiasa
diatas keyboard. Ditemani udara dingin dan suara hujan diluar sana. rupanya
hujan datang lebih cepat dari ekspektasiku, ku kira itu Desember. Mungkin dia
tau kalau ada yang sangat merindukannya sampai hampir menjauhi dirinya sendiri.
karenanya, aku kembali, bersama satu teguk kopi lagi sampai tersisa ampasnya
bersamaan berakhirnya huruf di kalimat ini
Buona
Sera
ciao