Total Tayangan Halaman

2,614

Selasa, 21 November 2017

Dalam

Dalam

Seperti diam yang tak bertepi

Dalam

Seperti tak beriak, dalam.

Seperti malam tanpa jeda

Dalam.

Seperti belati, menyayat.

Dalam


Seperti lautan dan kau tenggelam. Dalam. 

Rabu, 15 November 2017

Hujan Sore Itu

Akibat putus asa beberapa waktu yang lalu, mengharuskanku meneguk bergelas-gelas air es ketimbang kopi. Ditengah teriknya matahari siang hari dan cuaca panas malam hari. Kepalaku mumet. Mati akal. Kupikir seterusnya. Jari-jariku kaku, otakku beku. Tiba-tiba saja aku kehilangan khayalan yang biasanya tak masuk akal. Kini, pikiran realistis lebih bisa menyerbu diriku, yang biasanya kukhayalkan burung-burung kenari itu bisa saja mengetuk-ngetuk jendelaku dengan kepalanya lalu berbicara padaku bahwa hari sudah pagi, kini yang kulihat itu nyata didepan kedua mataku burung-burung itu bertengger diranting pohon, kepalanya celingak-celinguk, mungkin mencari mangsa. Sesekali ke arahku, menatap seakan-akan sebentar lagi aku akan berusaha menangkapnya dan akan kuikatkan tali di salah satu kakinya, namun sebelum itu terjadi mereka akan segera memperkirakan waktu kedatanganku agar bisa melarikan diri sebelum kujadikan peliharaan. Begitu realistis

Ku teguk lagi segelas air es pagi-pagi, sekali lagi bukannya kopi. Ada apakah denganku, entah bumi yang semakin panas atau aku sudah gila. Bisa seharian mengurung diri di kamar, takut pada keadaan diluar sana, panas matahari begitu menyengat. Aku benci sebab hujan tiba-tiba saja berhenti waktu itu dan tidak pernah datang lagi sampai detik ini. aku tak suka melihat daun-daun kering yang berserakan di halaman rumahku yang membuatku sangat malas menyapunya. Tak suka tiap keluar rumah bajuku bisa setengah basah dan ketika pulang ke rumah badanku seperti terasa dilengketi oleh gura-gura karet, sana sini lengket. Belum lagi galonku lebih cepat habis dari biasanya mengakibatkanku lebih sering berjumpa dengan si tukang galon yang kurus jangkung yang hobby pake baju kaos polos dengan rambut yang belah tengah kayak ariel peterpan (dulu). Benar-benar, aku tak suka musim panas, aku benar-benar merasa buntu. Tak jarang muka ku jadi merah kayak kepiting rebus. Begitu malangnya yang sedang kehausan hujan. Kayak mermaid yang rindu pulang, ke laut. Ketemu neptunus, dan teman-teman kepitingnya.

Sampai kuputuskan pulang kampong, kuharap menemukan hujan disana, kali saja inspirasi ku dapat, kembali pada kamar yang selalu membawakan aura-aura cengeng. Namun yang kutemukan hanyalah tempat tidur kecil yang bertingkat yang setengah menghalangi pintu untuk dibuka. Ku dapati adik perempuanku yang baru puber itu menekuk badannya dipojok kamar sambil mendengarkan musik lewat headset, tidak sadar akan kedatanganku. Kurasa memang kamar ini ditakdirkan memiliki aura yang menggalaukan. Kubuka pintu lebih lebar dengan sekuat tenaga sampai tempat tidurnya perlahan-lahan mulai terdorong, lalu dia berteriak kayak orang gila. Kata ibu dia memang lagi gila. Gila apa? Gila cinta? Rambutnya terurai kusut menutupi setengah wajahnya, tadi dia hampir saja kejepit, sampai kesal melihatku. Ditambah lagi aku tidak membawakannya novel bad romance yang dia pesan, hampir seharian aku tidak diajaknya bicara. Kurasa bukan saat yang tepat untuk aku pulang, ada gadis SMP yang sedang puber menguasi kamarku menjadikannya ajang kegalauan dengan beberapa benda-benda yang gak penting berhamburan sana sini, kotak sepatu, pita-pita, kertas kado, beberapa botol bedak, sebotol shampo, novel-novel romance, kaos kaki, cas laptop, kabel-kabelan, kantong-kantong plastic. Diatas tempat tidur ada seragam sekolah, cas hp, tas, buku-buku bahkan bingkai fotokupun miring. Didindingnya terdapat satu pak kertas memo yang ditempel-tempelin tanpa tulisan. Apa siih. Malamnya aku tidak bisa tidur karena cahaya dari layar hp nya tertangkap oleh mataku. Saat kulihat dia sedang membaca novel romance di wattpad. Dia jadi lebih pendiam dan lebih betah di kamar. Tiap disuruh hanya diam membuat ibu kadang stress sampai akhirnya tidak peduli lagi. besoknya aku memutuskan kembali, ternyata hujan tak kutemukan juga disana.

Aku dibangunkan oleh sinar matahari yang mampu menembus jendela kamarku, ah aku kesal. Udara masih panas meskipun AC ku masih on. Hari ini aku ke kampus, dengan langkah berat dan kepala yang masih mumet, seharian dikampus di hadapkan oleh kuliah yang membosankan dan MID. Tidak sadar hari sudah menjelang sore, tiba-tiba saja gelap, ku lirik jam di HP masih menunjukkan pukul 16.00, angin mulai menembus kain bajuku, angin yang kurindukan, lembaran-lembaran potokopi buku yang ku letakkan disampingku mulai terbuka lembar demi lembar seperti magic. Angin kencang. Tak butuh lama, moodku berubah drastis, suara gemuruh dari atas berlomba-lomba bermunculan, cahaya-cahaya kecil di langit mulai menampakkan dirinya. Sebentar lagiiii.

Aku terjebak di fakultas lain, dibonceng oleh salah seorang teman berambut gondrong yang keras sekeras sapu ijuk. Kami menunggu temannya ada sesuatu yang ingin diberikan temannya. Saat sudah ingin pulang tiba-tiba saja suara tik-tik terdengar dari kaca helm ku. Aku langsung menoleh ke atas dan tidak akan minggir bila tidak ditegur. Kami berteduh ditempat parkiran, dari situ kami bisa menyaksikan langsung kegiatan yang ada di lapangan besar kampus. tampak jauh disana sudah berwarna keabu-abuan dan kabur, air jatuh makin deras hingga orang-orang yang masih tengah asik bermalin bola dan latihan lari jadi tampak samar-samar. Dua pohon besar yang tadinya tampak jelas kulihat diujung sana hampir tidak terlihat lagi, aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, yang ku tau, khayalanku kembali. Aku hanya berdiam diri sambil duduk diatas motor orang, melihat kea rah lapangan, membayangkan aku berada ditengah-tengah sana bermain bola dan menggiringnya ke gawang dan gooool., atau aku yang jadi atlet lari yang sedang latihan itu ditertawai oleh orang-orang dari sini karena gaya jalan cepatnya begitu lucu. Atau aku sedang berada diatas pohon itu sambil makan popcorn yang asin karena terkena air hujan, sambil menyoraki orang yang bermain bola atau yang sedang latihan lari. Dimana saja, asal terkena hujan.

”Aduh lapar, enaknya makan yang panas-panas kalau hujan begini” seseorang bunyi disampingku.  Ah dasar.

Setelah hujan agak redah, kita melanjutkan perjalanan pulang, tapi singgah dulu di warung bakso, sebelum aku dipulangkan dan sebelum ia ke rumah kekasihnya. Akupun ingat harus mengabari yang berada berkilo-kilo meter dariku, yang harus melewati jembatan rusak dulu atau melewati rakit dulu kalau mau bertemu dia.
“Im home. Beib”

Kuputuskan buat kopi malam ini, berkali-kali kuteguk sambil memikirkan kata apa yang pantas untuk kutulis lagi. Setelah sekian lamanya. Jari-jariku kembali terbiasa diatas keyboard. Ditemani udara dingin dan suara hujan diluar sana. rupanya hujan datang lebih cepat dari ekspektasiku, ku kira itu Desember. Mungkin dia tau kalau ada yang sangat merindukannya sampai hampir menjauhi dirinya sendiri. karenanya, aku kembali, bersama satu teguk kopi lagi sampai tersisa ampasnya bersamaan berakhirnya huruf di kalimat ini






Buona Sera
ciao