Ge, diluar hujan kau masih
asyik dengan duniamu, dunia kerja yang membuat beberapa orang tidak berhenti
menelponmu, bagaimana jika kita menikah nanti? Aku ingin jadi wanita karir Ge,
bisa kubayangkan akan selalu ada meja dan kursi yang menjadi saksi bisu
diantara kita, antara duniaku dan duniamu. Hujanpun ikut bisu, tidak terasa
mulai redah, kau baru mengajakku bermain game di ponselmu selagi akupun tengah
asik memainkan game di ponselku. Aku mencoba game yang baru kau download itu
dan beberapa saat kemudian seseorang menelpon, setelah itu kulanjutkan lagi dan
seseorang menelponmu lagi. Kau sibuk Ge, tapi aku yakin itu untuk aku. Sebentar
lagi kita akan sibuk masing-masing rupanya jadi dewasa memang tidak enak. Kesibukan
memisahkan keduanya, dan kedewasaan harus menerimanya. Aku yang sudah sangat
tergantung akan kehadiranmu rupanya diam-diam menyimpan rasa resah. Tiba-tiba
aku takut dengan yang namanya jarak. Sedangkan pekerjaanmu menuntutmu begitu.
hh..Ge, andai aku bisa ikut
kemanapun jarak membawamu pergi. Disimpan dikantong bajumu pun aku mau jika itu
bisa. Kemudian kita menembus gerimis saat lampu-lampu kota mulai menerangi
tepian-tepian jalan yang kita lewati dengan motor legendarismu . Ah, aku akan merindukan baumu yang maskulin
itu yang diterpa angin dan lewat sepenuhnya didepan hidungku.
Kita pulang. Larut dengan
kesibukan masing-masing. Lagi. Menunggu klakson pagi depan rumah yang membuatku
berlari terburu-buru. Itu kamu Ge, untuk beberapa hari ke depan sebelum
beberapa mil bahkan beberapa Km menjadi ‘antara’ diantara kita.